TANAH DATAR - Sako dalam tatanan budaya Minang adalah gelar pusaka Tinggi. Sedangkan Pusako adalah harta pusaka tinggi yang diterima secara turun temurun oleh kaum yang bertalian menurut garis ibu.
Dalam masyarakat Minangkabau, dengan sistem matrilineal, warisan di ranah Minang diturunkan kepada kemenakan baik warisan gelar maupun warisan harta, yang disebut sako dan pusako.
Dalam pepatah dikatakan turun kemamak, dari mamak turun ke kemenakan.
Kemenakan (keponakan) laki laki mempunyai hak mengawasi dan mengusahakan warisan harta, sedangkan kemenakan perempuan berhak memiliki yang dikenal dengan ungkapan " warih nan dijawek, pusako nan ditolong".
Artinya sebagai warisan, harta itu diterima dari mamak dan pusaka dari ninik harta itu dipelihara dengan baik.
Terkait prihal prosesi batagak gala atau prosesi pewarisan gelar pusaka dari mamak ke kemenakan, akhir-akhir ini heboh pelarangan oleh masyarakat Nagari Pasie Laweh, Kec. Sungai Tarab, Kab. Tanah Datar - Sumatera Barat, yang akan digelar oleh Ahmad Hanafis bersama kaumnya yang mengaku merupakan salah seorang ahli pewaris batagak gala.
Masyarakat Nagari Pasie Laweh bersama Forkopimca Suangai Tarab menggelar rapat menolak prosesi batagak gala yang sedianya akan dilangsungkan pada Sabtu, 8 Juli 2023 mendatang.
Dalam rapat yang digelar Sabtu (01/07) di kantor Walinagari Pasie Laweh dan berlanjut Senin (03/07) di aula sebuah sekolah itu dihadiri oleh tokoh masyarakat, Bundo kanduang, serta lapisan masyarakat adat menolak keras diadakan prosesi batagak gala selain dinilai tidak sesuai dengan Adat Salingka Nagari juga sudah diputuskan oleh
Surat Keputusan Penghulu Suku Adat dari Pemerintahan Nagari Pasie Laweh yang ditandatangani pada tanggal 12 Agustus 1975 yang menyatakan bahwa garis keturunan suku Mandaeling telah punah.
Bahkan guna mengantisifasi potensi konflik dan hal yang tidak diinginkan masyarakat Pasie Laweh meminta pihak Kepolisian tidak mengeluarkan izin keramaian terkait prosesi batagak gala tersebut.
Sementara Ahmad Hanafis yang mengaku ahli waris suku Mandaeling yang akan menyelenggarakan prosesi batagak gala itu, mengatakan dirinya tidak menampik adanya Surat Keputusan Penghulu Suku Adat dari Pemerintahan Nagari Pasie Laweh yang menyatakan bahwa garis keturunan nya telah punah.
Namun, ia menentang SK Penghulu Suku Adat Nagari Pasie Laweh itu, karena menurutnya itu merupakan keputusan sepihak yang sangat merugikan kaum nya, karena berdasarkan tambo (bukti-bukti adat) yang dimilikinya, kaumnya masih memiliki mamak untuk 'manjawek gala' (menerima gelar).
"Pada waktu itu (tahun 1975) kami tidak bisa melakukan pembelaan, dan saat inilah waktunya kami 'mambangkik batang tarandam', yaitu ingin menegakkan gelar adat pusaka nenek moyang kami" terang Ahmad Hanafis kepada wartawan dikediamannya, Selasa (04/07). (JH)